Tarif terutama digunakan untuk melindungi industri lokal, meningkatkan pendapatan fiskal nasional, dan berfungsi sebagai alat dalam negosiasi diplomatik dan perdagangan. Namun, tarif yang terlalu tinggi dapat meningkatkan harga barang impor, meningkatkan beban pada konsumen, dan dapat memicu balasan perdagangan, merugikan rantai pasokan global dan pertumbuhan ekonomi.
Pada bulan April 2025, Amerika Serikat memberlakukan tarif 104% pada barang-barang Cina, mengklaim untuk melindungi manufaktur domestik, tetapi langkah ini memicu kepanikan di pasar. Indeks S&P 500 merosot tajam, raksasa teknologi melihat harga saham mereka anjlok, dan kapitalisasi pasar global menguap lebih dari $10 triliun dalam jangka pendek, menyoroti dampak serius dari kebijakan tarif tinggi pada pasar modal.
Meskipun mata uang kripto tidak terpengaruh langsung oleh tarif, sentimen penghindaran risiko dan perubahan likuiditas di antara investor global telah menyebabkan fluktuasi signifikan dalam harga Bitcoin dan kapitalisasi pasar kripto secara keseluruhan. Baru-baru ini, harga Bitcoin jatuh di bawah $75,000, menyebabkan sentimen pasar yang bearish, dan beberapa institusi pemegang besar terpaksa mengurangi posisi mereka, memperburuk tekanan penurunan pada harga.
Di era tarif tinggi, investor harus mendiversifikasi alokasi aset mereka dengan menggabungkan emas, obligasi, dan stablecoin untuk menyebarkan risiko. Pada saat yang sama, pantau dinamika kebijakan dengan cermat, gunakan fluktuasi pasar untuk arbitrase atau lindung nilai, dan secara rasional menilai posisi lindung nilai risiko dari mata uang kripto.
Kebijakan tarif, sebagai alat penting dalam ekonomi global, sedang membentuk aliran modal dan sentimen pasar. Meskipun mata uang kripto tidak terpengaruh secara langsung oleh tarif, fluktuasi harganya mencerminkan risiko makroekonomi dan geopolitik. Seiring pasar beradaptasi secara bertahap, tarif dapat memicu putaran baru penilaian ulang aset kripto.